sore....
kali ini gw punya artikel menarik , saat balik ke kuningan gw ngnet dan buka arrahmah.com
akhir-akhir ini banyak sekali berita-berita yang menampilkan kekerasan yang berawal dari demonstrasi di timur tengah(mayoritas negri muslim), meminta pemerintahan diktator serta otoriter lengser dari jabatanya, seperti di mesir, libya, tunisia, bahrain, dst. sangat jelas bahwa tragedi demonstasi reformasi era ordebaru (1998-1999), meletus disana. berikut pemimpin yang dianggap diktator di negaranya itu.
1. mesir, dengan presiden hosni mubarak (sudah lengser)
2. tunisia, dengan presiden Zine El Abidine Ben Ali(sudah lengser)
3. libya, dengan presiden moamar gadaffy
4. bahrain, Presiden Bahrain, Raja Haya Rashed Al Khalifa
loe tau ga asal usul kenapa rakyatnya pada demo begituan... dan yang baru ini nieh, keinginan warga libya menginginkan prsidennya mundur yang notabenenya melakukan demonstrasi damai, malah dibalas dengan kekerasan oleh pihak militer libya, korban jiwa pun berjatuhan cukup banyak. so langsung saja ini dia artikelnya, semoga lo semua bisa mengambil hikmahnya. tapi yang paling gw dalami artikelnya adalah mengenai demo di tunisia, kenapa.??? soalnya yang menyebabkan rakyatnya marah tu hanya gara-gara seorang tukang sayur bernama Muhammad Bouazizi. prung ah..
revolusi tunisia
Apakah Revolusi di Tunisia menjadi tanda berakhirnya era para diktaktor yang bengis dan dimulainya era khilafah Islamiyah ? Apa peranan dakwah dan jihad global di tengah kecamuk politik negeri-negeri Islam yang terpengaruh efek domino dari revolusi Tunisia? Siapkah umat Islam dengan kembalinya khilafah memimpin dunia?
Revolusi Seorang Pedagang Sayur
Revolusi di Tunisia bermula dari seorang tukang sayur bernama Muhammad Bouazizi, berumur 26 tahun. Muhammad Bouazizi adalah simbol pemuda tertindas di wilayah Sidi Bouzid Sidi, 300 kilometer sebelah selatan ibukota Tunisia. Pemuda di sana banyak yang bergelar sarjana namun sehari-hari hanya berkeliaran di café-cefe di jalan berdebu kota miskin, menunjukkan kegagalan pemerintah memberikan jaminan pekerjaan yang layak.
Bouazizi, selama tujuh tahun berjibaku menjadi tukang sayur hingga polisi menyita gerobak sayurnya, 17 Desember 2011 dengan menuduhnya berjualan tanpa izin. Bouazizi sudah mencoba membayar 10 dinar Tunisia dan membayar lagi sekitar 7 dolar, namun ia malah ditampar, diludahi dan ayahnya yang sudah meninggal dihina. Bouazizi tidak terima dihina seperti itu, dan melapor ke markas provinsi berharap didengarkan keluhannya. Namun, sebagaimana biasanya para pejabat bertemu dengannya pun tak mau. Bouazizi pun mengambil langkah sendiri, dia menuangkan bahan bakar ke tubuhnya dan membakar dirinya sendiri. Ternyata Bouazizi tidak hanya membakar dirinya tetapi membakar amarah seluruh rakyat Tunisia atas kediktaktoran rezim yang berkuasa.
Ben Ali, sang diktaktor sempat mengunjungi Bouazizi pada tanggal 28 Desember untuk meredam api yang sudah membakar rakyat Tunisia. Namun, api di dada rakyat Tunisia sudah tidak bisa lagi dipadamkan, dan pada tanggal 14 Januari, hanya 10 hari setelah Bouazizi meninggal, kediktaktoran Ben Ali tergulingkan oleh sebuah
intifadhah yang dipicu seorang tukang sayur.
Ben Ali, sang diktaktor Tunisia yang telah berkuasa selama 23 tahun adalah lambang pemerintahan sekuler negara-negara Islam, khususnya dunia Arab yang gagal menjalankan sistem pemerintahannya di segala aspek kehidupan. Pengangguran, liberalisasi ekonomi, pasar bebas adalah sumber masalah bagi Tunisia. Apalagi Tunisia tidak memiliki sember daya alam dan sangat bergantung pada asing. Ditambah lagi pemerintahan yang korup, represif, ketertutupan akses politik, maka lengkaplah penderitaan rakyat Tunisia yang akhirnya berujung kepada perlawanan untuk sebuah perubahan. Sebuah revolusi telah dimulai.
Masa Berakhirnya Para Diktaktor?
Runtuhnya rezim diktaktor Tunisia teryata menjadi kekhawatiran tersendiri bagi semua diktaktor, khususnya di negara-negara Arab. Mereka khawatir rakyat di negara mereka akan menjadikan revolusi di Tunisia sebagai inspirasi, dan itulah yang saat ini terjadi!
Abdul Bari Atwan, editor
Al Quds Al Arabi yang berbasis di London menulis sebuah artikel berjudul
Terima Kasih Rakyat Tunisia mengungkapkan kekhawatiran para diktaktor Arab atas revolusi Tunisia.
"Beberapa hari ini merupakan hari yang kritis bagi kebanyakan kediktaktoran pemimpin Arab. Kondisi kehidupan di Tunisia masih lebih baik dibandingkan kebanyakan negara Arab lainnya. Lebih lagi, diktaktor Tunisia tidak terlalu represif dibandingkan di dunia Arab lainnya".
Abdul Bari Atwan, yang pernah menulis buku
The Secret History of Al-Qa'ida (bercerita ttentang Syekh Usamah bin Ladin dan Al Qaeda) juga memberikan 'saran' menarik untuk pemerintahan Amerika terkait revolusi di Tunisia. Atwan menyarankan pemerintahan AS menyiapkan sebuah pulau di Kepulauan Pasifik untuk menerima sekutu Arab dan para diktaktor lainnya.
Pakar politik Arab, Hussein Majdoubi juga menganalisa kemungkinan terjadinya revolusi serupa di Tunisia akan merembet ke negara-negara Arab. Penguasa Maroko, Libya, Aljazair, dan Mesir menurutnya merupakan target revolusi selanjutnya. Dia juga kecewa dengan Barat yang terus menerus memberikan dukungan kepada para diktaktor Arab dan mengabaikan keadaan politik yang menyedihkan.
Clovis Maksoud, mantan utusan Liga Arab untuk PBB mengatakan revolusi Tunisia adalah inspirasi dunia Arab yang dipakai oleh negeri-negeri dengan rezim diktator. Dalam sebuah wawancara dengan
Press TV, dia mengatakan "revolusi Tunisia merupakan salah satu peristiwa paling inspiratis di dunia Arab di waktu kontemporer ini".
Yvonne Ridley, jurnalis Muslimah yang juga seorang mualaf asal London, UK, berpendapat bahwa rakyat dunia Arab saat ini telah kehilangan rasa takut terhadap rezim-rezim Arab yang menindas dan korup yang disangga oleh kekuatan AS dan Eropa, dan akan mulai berjatuhan seperti kartu domino. Dia melanjutkan :
"Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengirimkan Air Force One untuk mengumpulkan semua diktator, tiran dan para penguasa yang lalim yang digaji oleh AS dan membawa mereka kembali ke Washington. Seperti kotoran hewan peliharaan di New York Central Park, anda harus bertanggung jawab atas kekacauan anjing Anda."
Revolusi rakyat Tunisia membuat para diktaktor Arab panik. Hal yang menimpa Ben Ali merupakan penghinaan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap seorang pemimpin Arab. Sebuah kejadian luar biasa bila diktaktor Tunisia yang telah berkuasa selama 23 tahun akhirnya ditumbangkan oleh perlawanan rakyat yang kecewa dan muak dengan sistem yang mengatur mereka selama ini. Era para diktaktor nampaknya segera akan berakhir.
Efek Domino Revolusi Tunisia
Aksi tukang sayur, Muhammad Bouazizi, yang mencetuskan revolusi Tunisia teryata segera menjadi inspirasi rakyat di beberapa negeri Arab lainnya. Ada hampir selusin orang meniru aksi bakar diri di beberapa ibukota Arab, beberapa diantaranya termasuk di Kairo dan Aljazair. Bahkan, hingga saat ini, demonstrasi menuntut turunnya diktaktor Mesir, Husni Mubarak masih terus terjadi di jalan-jalan kota Mesir. Mesir kini bergolak.
Para pengunjuk rasa di Mesir bahkan membakar gedung pemerintah di kota pelabuhan Suez. Seorang saksi mata mengatakan protes terhadap pemerintahan diktaktor Husni Mubarak terus berlanjut di Mesir.
Pengunjuk rasa juga melemparkan bom molotov ke gedung pemerintah pada Rabu (26/1/2011), pembakaran dan pelemparan bom juga dilakukan di markas partai yang berkuasa, Partai Demokrasi Nasional, seperti yang dilaporkan
AFP.
Ribuan penduduk Mesir turun ke jalan di seluruh negeri untuk melanjutkan aksi unjuk rasa yang belum pernah terjadi sebelumnya, menentang larangan pemerintah yang sebelumnya diumumkan oleh Menteri Dalam Negeri. Pengunjuk rasa membakar ban dan melempari polisi dengan batu di Kairo sementara polisi anti huru-hara yang bersenjata lengkap telah dikerahkan di kota-kota besar untuk membubarkan masa yang menentang aturan diktaktor Mesir tiga dekade, Mubarak.
Bentrokan dilaporkan terjadi di kota Alexandria dan Suez, di mana tentara keamanan menggunakan meriam air, gas air mata, pentungan dan peluru karet untuk membubarkan massa. Setidaknya 70 orang-55 pengunjuk rasa 15 polisi-terluka dalam bentrokan di Suez.
Demonstrasi besar-besaran di Mesir telah berjalan lima hari dan hingga hari ini terus terjadi bahkan semakin memanas. Polisi Mesir bahkan menembak 17 orang yang mencoba menyerang kantor polisi di Kairo, Mesir. Aksi ini terjadi menyusul peryataan diktaktor Mesir Husni Mubarak yang menolak turun tahta. Peryataan ini sontak semakin memanaskan suasana dan menambah semangat puluhan ribu massa turun ke jalan-jalan di kota-kota besar di Mesir. Efek domino revolusi Tunisia kini merambat dan terjadi di Mesir dengan satu tujuan yang sama, menurunkan para diktaktor!
Di Yaman, rakyat pun menuntut turun diktaktor bengis Ali Abdullah Saleh. Ribuan penduduk berdemonstrasi di ibukota, Sanaa, menyerukan sang diktaktor selama 30 tahun, Ali Abdullah Saleh, mundur. Keberanian rakyat Yaman untuk menggulingkan presidennya muncul setelah protes massa di Mesir dan revolusi di Tunisia yang berhasil menggulingkan rezim berkuasa.
Rakyat Yaman mengeluhkan meningkatnya kemiskinan di kalangan penduduk muda dan frustasi dengan kurangnya kebebasan politik. Juga mengeluhkan korupnya para pejabat.
"Kita berkumpul hari ini untuk menuntut turunnya Presiden Saleh dan pemerintahan korupnya," ujar para demonstran.
Revolusi Tunisia memicu solidaritas warga di dunia Arab, terutama umat Islam yang muak dengan sistem pemerintahan diktaktor dan sekuleristik yang selama ini diterapkan. Setelah Tunisia, revolusi merembet ke Mesir, bisa jadi meluas hingga ke Yaman, dan mungkin akan terus berlanjut ke seluruh wilayah dunia Arab. Sebuah perubahan besar sedang terjadi. Para Fir'aun tengah menghadapi kemarahan dan perlawanan 'Musa' yang bangkit melawan kedzoliman!
Seruan Dakwah & Jihad Global
Revolusi Tunisia juga didukung dan bersinergi dengan seruan dakwah dan jihad global. Semua bermuara kepada ujung yang sama, penerapan syariat Islam dan menegakkan khilafah Islamiyah.
Puluhan aktivis Muslim di London berdemonstrasi di depan Kedubes Tunisia di London, Jum'at (21/1) menyerukan kepada umat Islam di Tunisia untuk menerapkan syariat Islam (Khilafah). Dalam demonstrasi tersebut, para aktivis Islam mengusung tulisan Shariah For Tunisia, dalam bahasa Inggris, Arab, dan juga Perancis. Mereka juga meneriakkan "Shariah Akan Kembali" dan "Khilafah Akan Kembali" yang disusul dengan gema takbir!
Sementara itu, Al Qaeda wilayah Maghrib atau yang lebih dikenal dengan sebutan AQIM mendukung revolusi Tunisia dan menyerukan penerapan syariat Islam sesegera mungkin di Tunisia. Dalam sebuah video berdurasi 13 menit, Syekh Abu Musab Abdul Wadud, amir AQIM, mengatakan mendukung aksi unjuk rasa rakyat Tunisia untuk menggulingkan diktaktor Ben Ali. Dalam video yang dikirimkan ke forum-forum jihad tersebut, beliau juga memberikan sejumlah saran strategis, termasuk siap untuk memberikan pelatihan penggunaan senjata.
Syekh Abu Musab Abdul Wadud juga mengecam Ben Ali karena melakukan penindasan, korupsi, dan tak memedulikan kepentingan rakyat jelata. Ia meminta para demonstran segera menggulingkan Ben Ali dan menerapkan hukum syariat Islam di Tunisia. Ia mengatakan, Muslim Tunisia harus memperluas aksi revolusi menjadi skala nasional.
AQIM pimpinan Syekh Abu Musab Abdul Wadud adalah tandzim Al-Qaeda di Al Jazair, atau lengkapnya Tandzim Al-Qaeda Biladil Maghrib Islami (Al Qaeda di Negara-negara Islam Afrika Utara) yang hingga saat ini eksis dan terus melebarkan pengaruhnya. Dulunya sebelum bergabung dengan Al Qaeda tandzim ini bernama The Salafist Group for Call and Combat (GSPC) atau dalam bahasa Arabnya Al Jama'ah As Salafiyyah lidakwah wal Qital.
Menurut para pakar, basis AQIM kini semakin melebar ke sejumlah negara, seperti Tunisia, Al Jazair, Mauritania, dan Mali. Mereka selalu mengatakan :
"Bencana Anda adalah bencana kami dan penderitaan Anda adalah penderitaan kami".
By: M. Fachry
International Jihad Analysis
Ahad, 25 Shafar 1432 H/30 Januari 2011 M
Ar Rahmah Media Network
http://www.arrahmah.com
The State of Islamic Media
© 2011 Ar Rahmah Media Network